Minggu, 25 Mei 2008

Mengubah Pola Pikir

Profesional, seorang wanita tua, hidup begitu menyedihkan. Ia menangis setiap hari. Ketika hari hujan ia menangis, begitu juga hari panas. Seorang laki-laki yang merasa iba bertanya kepadanya, "Mengapa Ibu menangis." Lalu wanita itu menjawab, : Aku punya dua orang putri. Yang satu berjualan sepatu kain dan yang satu berjualan payung. Kalau musim hujan aku memikirkan putriku yang berjualan sepatu kain, aku sedih karena sepatunya tidak laku. Begitu juga ketika musim panas, aku memikirkan putriku yang berjalan payung, dan aku sedih karena payung putriku tidak laku." Lalu si pria mengatakan, "Untuk berbahagia, cobalah ubah cara pandang Ibu. Kalau musim kemarau, pikirkanlah putrimu yang berjualan sepatu kain. Maka engkau akan senang karena melihat bagaimana sepatu kain putrimu laku. Sementara ketika musim hujan, pikirkan putrimu yang berjualan payung. Maka engkau akan senang sebab payung putrimu banyak yang laku."

Baik buruknya kehidupan kita ternyata sangat ditentukan oleh pola pikir. Bila kita berpikir tentang hal-hal yang menyenangkan, maka kita akan menjadi senang. Jika memikirkan hal-hal menyedihkan, maka kita akan sedih. Jadi belajarlah untuk berpikir positif agar hidup kita bahagia, percaya diri, optimis, dan penuh gairah.

Profesional, cara kita memandang duinia ini sangat menentukan setiap keputusan dan perbuatan yang akan kita lakukan. Jadi bila saat ini kita tidak puas dengan keadaan kita, mungkin kita harus mengubah perilaku dan pola pikir kita. Kesuksesan bukan berarti ketiadaan masalah. Untuk mencapainya, cukup hanya merubah cara pandang kita terhadap masalah itu sendiri. Bagaimana menurut Anda?


Sumber : Renungan Bulanan Profesional, Senin 26 Mei 2008

Rabu, 21 Mei 2008

Apa Mimpi Anda?

Konon, hanya ada dua jenis manusia di muka bumi ini. Pertama, mereka yang berani bermimpi. Kedua, mereka yang tidak berani bermimpi. Jenis kedua tidak diceritakan disini. Bukannya tak menarik, tapi saya memang sedang ingin bercerita tentang yang pertama.

Ngomong-ngomong, apakah Anda pernah bermimpi? Memimpikan meraih sesuatu, katakanlah menjadi direktur marketing dalam lima tahun ke depan, menjadi pengusaha restoran top. Lalu, demi meraih mimpi itu Anda berusaha, dan tentu saja berdoa, bersungguh-sungguh, mengerahkan segenap daya upaya bahkan rela mengucurkan keringat, darah dan air mata. Pernah?

Kalau jawabannya "ya", saya ingin sedikit berbagi cerita tentang bermimpi. Kebetulan, saya juga sedang memimpikan sesuatu dan sedang berjuang mewujudkannya. Mimpi saya, 15 tahun dari sekarang saya menjadi wakil bupati!

Betul, saya mendapat beragam reaksi ketika saya menceritakan mimpi tersebut kepada keluarga, teman atau orang baru kenal yang mengajak mengobrol di kendaraan umum --saya bekerja di Jakarta, tapi tinggal sekitar 100 km di luar kota, dan hampir setiap hari naik bus antarkota. Tak semua komentar membesarkan hati memang. Bahkan, ada pula yang menanggapinya dengan tertawa seraya mengolok-olok --kalau ketemu yang seperti ini saya tidak ambil pusing, cuma diketawain gak bikin benjut toh?

Yang hampir pasti, dari semua pendengar (Anda juga, mungkin), saya? selalu mendapat pertanyaan sama, "Mengapa wakil bupati, bukan menjadi bupati?" Untuk menjawabnya saya biasanya buka kartu. "Selain dorongan hati nurani, mimpi saya ini ada teorinya lho. Gak asal ngimpi!"

"Teori" mengenai bermimpi ini saya dapatkan saat mengikuti pelatihan Kubik Leadership pertengahan 2006 lalu. Pelatihan yang dimotori Jamil Azzaini, Indrawan Nugroho dan Farid Poniman ini memang mengajak pesertanya untuk berani bermimpi, membuat rencana untuk mewujudkannya, dan tahu kapan mimpi itu harus menjadi kenyataan.

Setiap peserta pelatihan diminta membuat mimpi besar yang spesifik dan tertulis. Mengapa tertulis? Ini merujuk pada sebuah hasil penelitian yang dilakukan Yale University Amerika kepada mahasiswanya yang lulus. Yale University menanyai mereka, apakah mereka punya mimpi? Yang menjawab punya mimpi hanya 33%. Dari 33% itu ditanya lagi, berapa yang menuliskan mimpinya, ternyata 33% saja. Duapuluh tahun kemudian dilakukan penelitian, mereka yang memiliki mimpi dan menuliskannya mampu mewujudkannya dan menjadi orang besar sementara yang tidak punya mimpi menjadi orang biasa saja.

Agar bisa mewujudkan mimpi, pelatihan Kubik Leadership menginspirasi pesertanya untuk kerja keras, kerja cerdas dan kerja ikhlas. Tentu ada resep-resep lainnya yang mereka berikan.

Ihwal kerja cerdas, trainer Kubik Leadership Farid Poniman menjelaskan, kita harus memahami dan mampu mengoptimalkan mesin kecerdasan yang kita miliki agar bisa bergerak cepat di lintasan "mimpi" kita. Menurut dia, mengadaptasi tipologi kepribadian Jung, ada empat jenis mesin kecerdasan manusia. Yakni, Sensing, Thinking, Intuiting dan Feeling; tergantung belahan otak mana yang paling dominan bekerja atau digunakan.

Mesin kecerdasan Sensing untuk belahan otak kiri bawah (limbik kiri), mesin kecerdasan Thinking untuk belahan otak kiri atas (neokorteks kiri), mesin kecerdasan Intuiting untuk belahan otak kanan atas (neokorteks kanan), mesin kecerdasan Feeling untuk belahan otak kanan bawah (limbik kanan). Dengan mengenal mesin-mesin kecerdasan maka kita akan mengetahui letak kekuatan dan kelemahan kita, sehingga kita dapat berperan secara tepat dalam menjalankan tugas-tugas.

Masih menurut Farid Poniman, setiap mesin kecerdasan memiliki orientasi berbeda. Tipe Sensing berorientasi pada "Harta", Thinking pada "Tahta", Intuiting pada "Kata" dan Feeling pada "Cinta". Kubik Leadership menyebutnya sebagai 4 TA. Dengan demikian, dapat dipahami mengapa mereka yang tergolong tipe Sensing akan lebih memilih mengejar "mimpi" yang berkaitan dengan kekayaan, sementara tipe Thinking lebih suka mengejar jabatan atau kedudukan.

Dari sekian jenis mesin kecerdasan itu, berdasarkan hasil tes –harus menjawab sejumlah pertanyaan tertulis untuk tahu mesin kecerdasan kita– rupanya saya termasuk tipe Instink. Tipe ini tergolong unik jika dibandingkan empat tipe yang "normal" tadi.

Jika keempat tipe tadi hanya dominan di satu sisi, tipe Instink mampu menggunakan keempat belahan otaknya dengan sama baiknya. Karenanya, tipe Instink berpotensi sukses "mengejar apa saja". Namun, yang teristimewa dari tipe in, akan lebih sukses dan nyaman jika menempati "posisi kedua", misalnya dengan menjadi wakil bupati!

Itu sekelumit cerita soal bermimpi. Syukur kalau Anda kemudian terinspirasi untuk punya mimpi. Dengarlah apa kata Sakichi Toyoda. Bapak pendiri perusahaan Toyota ini berujar, setiap orang perlu mengambil proyek besar paling tidak sekali dalam hidupnya dan membuat kontribusi yang positif dalam hidup ini.

Nah, sekarang, apa mimpi Anda?


Oleh: Imam S

Mengatasi Penyakit Dalih

Profesional, Sembilan puluh sembilan persen kegagalan datang dari orang yang punya kebiasaan suka membuat alasan, begitu kata George Washington Carver. Daripada mencari jalan keluar, mereka memilih untuk membuat 1001 dalih mengenai kegagalan mereka. Dalam buku The Magic of Thinking Big, David J.Schwartz menjelaskan mengenai penyakit pikiran yang mematikan alias penyakit dalih (excuisitis). Orang-orang gagal senantiasa berdalih mengenai kegagalan mereka. Penyakit dalih tersebut biasanya muncul dalam beberapa bentuk. Seperti dalih kesehatan, usia, inteligensi, nasib, dsb.

Daripada membuat alasan, orang sukses memilih untuk mencari cara mewujudkan impian mereka. Daripada berdiam diri dan menunggu datangnya kesempatan, mereka memilih pergi keluar dan menemukan kesempatan itu. Bahkan mereka mampu menciptakan kesempatan dalam kesempitan.
E.M. Gray menegaskan, orang-orang sukses mempunyai kebiasaan melakukan hal-hal yang tidak suka dilakukan orang gagal. Jika saat ini kita masih suka membuat dalih, buatlah komitmen untuk mengubah kebiasaan itu. Jangan biarkan potensi diri kita dibelenggu oleh dalih-dalih tersebut.
Theodore Roosevelt pernah berkata
"Lakukan apa yang Anda bisa, dengan apa yang Anda miliki, di mana pun Anda berada."


Profesional, ada sebuah syair dari Afrika yang dapat membantu memotivasi kita. Setiap pagi di Afrika, seekor rusa bangun. Ia tahu bahwa ia harus berlari lebih cepat daripada singa tercepat. Jika tidak, ia akan terbunuh. Setiap pagi seekor singa bangun, ia tahu bahwa ia harus berlari lebih cepat daripada rusa terlamban. Jika tidak, ia akan mati kelaparan. Tidak penting apakah Anda adalah sang rusa atau sang singa. Saat matahari terbit, Anda sebaiknya mulai berlari. Selamat tinggal penyakit dalih!


Sumber : Renungan Bulanan Profesional, 22 Mei 2008

SANG TUNANETRA YANG LUAR BIASA

Hidup adalah pembelajaran tanpa henti. Setiap hari, setiap saat, dan setiap waktu, jika kita telaah lebih jauh, selalu menjadi momen pembelajaran. Baik itu berupa halangan, rintangan, tantangan, atau berbagai kejadian apa pun yang kita temui. Jika bisa disikapi dengan cara yang bijak, maka selalu ada sisi positif yang bisa kita ambil sebagai bagian proses belajar.

Maka, tak salah, jika orang mengatakan bahwa pengalaman adalah guru terbaik. Namun, semua itu harus dikembalikan kepada individu yang menjalaninya. Jika tak ada proses evaluasi dan tindakan perbaikan, pembelajaran yang didapatkan pun tak akan maksimal. Hadirnya pengalaman, baru akan bernilai jika kita bisa memaknainya dengan sudut pandang dan mindset positif.

Seperti yang saya jumpai saat saya memberikan seminar di Asian Agri Medan pada tanggal 8 Januari 2008, dengan tema "If Better is Possible, Good is Not Enough". Ketika acara, saya mendapat "pelajaran" yang sangat berharga. Sebagaimana setiap kali seminar, ada banyak orang yang antusias mengikuti seminar. Kemudian, banyak pula yang lantas ingin berfoto dan meminta tanda tangan. Namun, ada satu hal yang luar biasa saat itu. Salah satu orang yang sangat antusias tersebut ternyata adalah seorang penyandang tunanetra.

Yang menjadikannya luar biasa, orang yang bernama Roswidi itu, adalah tekadnya. Meski punya keterbatasan fisik, hal tersebut tidak menjadi halangan baginya untuk berkarya. Hebatnya, dengan kekurangan itu, ia ternyata adalah sosok yang berada di balik suksesnya acara seminar. Pria yang mengaku sebagai pendengar setia acara saya, Smart Motivation di radio Smart FM setiap Senin ini, adalah event organizer acara yang khusus menangani sound system acara. Dengan keterbatasan itu, Roswidi membuktikan pada semua orang, bahwa ia tak beda dengan orang kebanyakan.

Bicaranya yang terdengar semangat, menunjukkan betapa keterbatasan yang dimilikinya, sama sekali bukan halangan untuk sukses. Bahkan, ia mengaku sudah menjalani usaha sound system itu selama lima tahunan. Sebelumnya, ia juga pernah menjadi pemain keyboard di berbagai acara. Selain itu, ia ternyata juga menjadi pengusaha onderdil sepeda. Roswidi benar-benar menunjukkan kepada saya dan semua orang yang hadir saat itu, bahwa sukses memang hak siapa saja, "Success is my right!" Ia adalah contoh nyata orang yang bisa "melihat" dengan tekad dan hati, bahwa halangan dan tantangan, sebenarnya hanyalah bagian dari proses pembelajaran diri.

Jika menengok keadaan kita, hal ini tentu adalah sebuah hal yang sangat luar biasa. Semangat dan daya juang Roswidi patut dicontoh. Apalagi, bagi kita yang dikaruniai tubuh lengkap dan tak kurang suatu apa pun. Seharusnya, dari contoh kisah Roswidi ini, bisa menumbuhkan semangat dalam diri.

Sungguh, perjalanan saya kali ini ke kota Medan memberi pengalaman yang luar biasa. Apalagi, Roswidi sempat berkata, "Kita dapat melakukan apa pun, meski tanpa kedua mata. Sebab, kita masih punya kaki, tangan, otak, dan pikiran yang bisa kita maksimalkan." Sebuah kalimat sederhana, namun mengandung arti yang sangat luar biasa. Roswidi membuktikan, bahwa dengan tindakan nyata, ia pun bisa berkarya layaknya manusia seutuhnya.

Untuk itu, seperti komitmen saya untuk menjadikan tahun ini sebagai tahun Think and Action 2008, kisah Roswidi ini seharusnya mampu memacu kita untuk berpikir dan bertindak maksimal. Jika orang yang kurang secara fisik saja (maaf: buta) mampu, bagaimana dengan kita yang sehat?

Maka, mari kita jadikan semua cobaan dan tantangan, bukan sebagai halangan. Namun, justru jadi batu loncatan menuju kesuksesan. Dengan think and action, kita buktikan diri mampu menjemput semua impian.


Salam sukses Luar Biasa!!!
Andrie Wongso

DOA SANG JENDERAL

Pada masa Perang Dunia Kedua, tepatnya bulan Mei 1952, seorang jenderal kenamaan, Douglas Mac Arthur, menulis sebuah puisi untuk putra tercintanya yang saat itu baru berusia 14 tahun. Puisi tersebut mencerminkan harapan seorang ayah kepada anaknya. Ia memberi sang anak puisi indah yang berjudul “Doa untuk Putraku”. Inilah isi puisi tersebut:

Doa untuk Putraku

Tuhanku...

Bentuklah putraku menjadi manusia yang cukup kuat untuk mengetahui kelemahannya. Dan, berani menghadapi dirinya sendiri saat dalam ketakutan

Manusia yang bangga dan tabah dalam kekalahan

Tetap Jujur dan rendah hati dalam kemenangan

Bentuklah putraku menjadi manusia yang berhasrat mewujudkan cita-citanya dan tidak hanya tenggelam dalam angan-angannya saja

Seorang putra yang sadar bahwa mengenal Engkau dan dirinya sendiri adalah landasan segala ilmu pengetahuan

Tuhanku...

Aku mohon, janganlah pimpin putraku di jalan yang mudah dan lunak. Namun, tuntunlah dia di jalan yang penuh hambatan dan godaan, kesulitan dan tantangan

Biarkan putraku belajar untuk tetap berdiri di tengah badai dan senantiasa belajar untuk mengasihi mereka yang tidak berdaya

Ajarilah dia berhati tulus dan bercita-cita tinggi, sanggup memimpin dirinya sendiri, sebelum mempunyai kesempatan untuk memimpin orang lain

Berikanlah hamba seorang putra yang mengerti makna tawa ceria tanpa melupakan makna tangis duka

Putra yang berhasrat untuk menggapai masa depan yang cerah

namun tak pernah melupakan masa lampau

Dan, setelah semua menjadi miliknya...

Berikan dia cukup rasa humor sehingga ia dapat bersikap sungguh-sungguh namun tetap mampu menikmati hidupnya

Tuhanku...

Berilah ia kerendahan hati...

Agar ia ingat akan kesederhanaan dan keagungan yang hakiki...

Pada sumber kearifan, kelemahlembutan, dan kekuatan yang sempurna...

Dan, pada akhirnya bila semua itu terwujud, hamba, ayahnya, dengan berani berkata “hidupku tidaklah sia-sia”

Pembaca yang budiman,

Puisi yang ditulis oleh Jenderal Douglas MacArthur tersebut merupakan sebuah puisi yang luar biasa. Puisi itu adalah sebuah cermin seorang ayah yang mengharapkan anaknya kelak mampu menjadi manusia yang ber-Tuhan sekaligus mampu menjadi manusia yang tegar, tidak cengeng, tidak manja, dan bertanggung jawab atas kehidupannya sendiri.

Seperti contoh sepenggal puisi di atas yg berbunyi: “Janganlah pimpin putraku di jalan yang mudah dan lunak, tuntunlah dia di jalan yang penuh hambatan dan godaan, kesulitan dan tantangan.” Puisi ini menunjukkan bahwa sang jenderal sadar tidak ada jalan yang rata untuk kehidupan sukses yang berkualitas.

Seperti kata mutiara yang tidak bosan saya ucapkan: “Kalau Anda lunak pada diri sendiri, kehidupan akan keras terhadap Anda. Namun, kalau Anda keras pada diri sendiri, maka kehidupan akan lunak terhadap Anda.”

Untuk itu, jangan kompromi atau lunak pada sikap kita yang destruktif, merusak, dan cenderung melemahkan. Maka, senantiasalah belajar bersikap tegas dan keras dalam membangun karakter yang konstruktif, membangun, demi menciptakan kehidupan sukses yang gemilang, hidup penuh kebahagiaan!!


By : Andrie Wongso